Selasa, 05 April 2011

Rok Ketat Vanie

Vanie adalah seorang gadis pelajar kelas 3 di sebuah SMU negeri terkemuka di kota YK. Gadis yang berusia 17 tahun ini memiliki tubuh yang sekal dan padat, kulitnya kuning langsat. Rambutnya tergerai lurus sebahu, wajahnya juga lumayan cantik.
Dia adalah anak bungsu dari lima bersaudara, ayahnya adalah seorang pejabat yang kini bersama ibunya tengah bertugas di ibukota, sedang kakak-kakaknya tinggal di berbagai kota di pulau jawa ini karena keperluan pekerjaan atau kuliah. Maka tinggallah Vanie seorang diri di rumah tersebut, terkadang dia juga ditemani oleh sepupunya yang mahasiswi dari sebuah universitas negeri ternama di kota itu.
Sebagai cewek ABG yang mengikuti trend masa kini, Vanie sangat gemar memakai pakaian yang serba ketat termasuk juga seragam sekolah yang dikenakannya sehari-hari. Rok abu-abu yang tingginya beberapa senti di atas lutut sudah cukup menyingkapkan kedua pahanya yang putih mulus, dan ukuran roknya yang ketat itu juga memperlihatkan lekuk body tubuhnya yang sekal menggairahkan.
Penampilannya yang aduhai ini tentu mengundang pikiran buruk para laki-laki, dari yang sekedar menikmati kemolekan tubuhnya sampai yang berhasrat ingin menggagahinya. Salah satunya adalah Parno, si tukang becak yang mangkal di depan gang rumah Vanie. Parno, pria berusia 40 tahunan itu, memang seorang pria yang berlibido tinggi, birahinya sering naik tak terkendali apabila melihat gadis-gadis cantik dan seksi melintas di hadapannya.
Sosok pribadi Vanie memang cukup supel dalam bergaul dan sedikit genit termasuk kepada Parno yang sering mengantarkan Vanie dari jalan besar menuju ke kediaman Vanie yang masuk ke dalam gang.
Suatu sore, Vanie pulang dari sekolah. Seperti biasa Parno mengantarnya dari jalan raya menuju ke rumah. Sore itu suasana agak mendung dan hujan rintik-rintik, keadaan di sekitar juga sepi, maklumlah daerah itu berada di pinggiran kota YK. Dan Parno memutuskan saat inilah kesempatan terbaiknya untuk melampiaskan hasrat birahinya kepadaVanie . Ia telah mempersiapkan segalanya, termasuk lokasi tempat dimana Vanie nanti akan dikerjai. Parno sengaja mengambil jalan memutar lewat jalan yang lebih sepi, jalurnya agak jauh dari jalur yang dilewati sehari-hari karena jalannya memutar melewati areal pekuburan.
“Lho koq lewat sini Pak?”, tanya Vanie.
“Di depan ada kawinan, jadi jalannya ditutup”, bujuk Parno sambil terus mengayuh becaknya.
Dengan sedikit kesal Vanie pun terpaksa mengikuti kemauan Parno yang mulai mengayuh becaknya agak cepat. Setelah sampai pada lokasi yang telah direncanakan Parno, yaitu di sebuah bangunan tua di tengah areal pekuburan, tiba-tiba Parno membelokkan becaknya masuk ke dalam gedung tua itu.
“Lho kenapa masuk sini Pak?”, tanya Vanie.
“Hujan..”, jawab Parno sambil menghentikan becaknya tepat di tengah-tengah bangunan kuno yang gelap dan sepi itu. Dan memang hujan pun sudah turun dengan derasnya.
Bangunan tersebut adalah bekas pabrik tebu yang dibangun pada jaman belanda dan sekarang sudah tidak dipakai lagi, paling-paling sesekali dipakai untuk gudang warga. Keadaan seperti ini membuat Vanie menjadi semakin panik, wajahnya mulai terlihat was-was dan gelisah.
“Tenang.. Tenang.. Kita santai dulu di sini, daripada basah-basahan sama air hujan mending kita basah-basahan keringat..”, ujar Parno sambil menyeringai turun dari tempat kemudi becaknya dan menghampiri Vanie yang masih duduk di dalam becak.
Bagai tersambar petir Vanie pun kaget mendengar ucapan Parno tadi.
“A.. Apa maksudnya Pak?”, tanya Vanie sambil terbengong-bengong.
“Non cantik, kamu mau ini?” Parno tiba-tiba menurunkan celana komprangnya, mengeluarkan penisnya yang telah mengeras dan membesar.
Vanie terkejut setengah mati dan tubuhnya seketika lemas ketika melihat pemandangan yang belum pernah dia lihat selama ini.
“J.. Jaangan Pak.. Jangann..” pinta Vanie dengan wajah yang memucat.
Sejenak Parno menatap tubuh Vanie yang menggairahkan, dengan posisinya yang duduk itu tersingkaplah dari balik rok abu-abu seragam SMU-nya kedua paha Vanie yang putih bersih itu. Kaos kaki putih setinggi betis menambah keindahan kaki gadis itu. Dan di bagian atasnya, kedua buah dada ranum nampak menonjol dari balik baju putih seragamnya yang berukuran ketat.
“Ampunn Pak.. Jangan Pak..”, Vanie mulai menangis dalam posisi duduknya sambil merapatkan badan ke sandaran becak, seolah ingin menjaga jarak dengan Parno yang semakin mendekati tubuhnya.
Tubuh Vanie mulai menggigil namun bukan karena dinginnya udara saat itu, tetapi tatkala dirasakannya sepasang tangan yang kasar mulai menyentuh pahanya. Tangannya secara refleks berusaha menampik tangan Parno yang mulai menjamah paha Vanie , tapi percuma saja karena kedua tangan Parno dengan kuatnya memegang kedua paha Vanie.
“Oohh.. Jangann.. Pak.. Tolongg.. Jangann..”, Vanie meronta-ronta dengan menggerak-gerakkan kedua kakinya. Akan tetapi Parno malahan semakin menjadi-jadi, dicengkeramnya erat-erat kedua paha Vanie itu sambil merapatkan badannya ke tubuh Vanie.
Vanie pun menjadi mati kutu sementara isak tangisnya menggema di dalam ruangan yang mulai gelap dan sepi itu. Kedua tangan kasar Parno mulai bergerak mengurut kedua paha mulus itu hingga menyentuh pangkal paha Vanie . Tubuh Vanie menggeliat ketika tangan-tangan Parno mulai menggerayangi bagian pangkal paha Vanie , dan wajah Vanie menyeringai ketika jari-jemari Parno mulai menyusup masuk ke dalam celana dalamnya.
“Iihh..”, pekikan Vanie kembali menggema di ruangan itu di saat jari Parno ada yang masuk ke dalam liang vaginanya.
Tubuh Vanie menggeliat kencang di saat jari itu mulai mengorek-ngorek lubang kewanitaannya. Desah nafas Parno semakin kencang, dia nampak sangat menikmati adegan ‘pembuka’ ini. Ditatapnya wajah Vanie  yang megap-megap dengan tubuh yang menggeliat-geliat akibat jari tengah Parno yang menari-nari di dalam lubang kemaluannya.
“Cep.. Cep.. Cep..”, terdengar suara dari bagian selangkangan Vanie. Saat ini lubang kemaluan Vanie telah banjir oleh cairan kemaluannya yang mengucur membasahi selangkangan dan jari-jari Parno.
Puas dengan adegan ‘pembuka’ ini, Parno mencabut jarinya dari lubang kemaluan Vanie. Vanie nampak terengah-engah, air matanya juga meleleh membasahi pipinya. Parno kemudian menarik tubuh Vanie turun dari becak, gadis itu dipeluknya erat-erat, kedua tangannya meremas-remas pantat gadis itu yang sintal sementara Vanie hanya bisa terdiam pasrah, detak jantungnya terasa di sekujur tubuhnya yang gemetaran itu. Parno juga menikmati wanginya tubuh Vanie sambil terus meremas remas pantat gadis itu.
Selanjutnya Parno mulai menikmati bibir Vanie yang tebal dan sensual itu, dikulumnya bibir itu dengan rakus bak seseorang yang tengah kelaparan melahap makanan.
“Eemmgghh.. Mmpphh..”, Vanie mendesah-desah di saat Parno melumat bibirnya. Dikulum-kulum, digigit-gigitnya bibir Vanie oleh gigi dan bibir Parno yang kasar dan bau rokok itu. Ciuman Parno pun bergeser ke bagian leher gadis itu.
“Oohh.. Eenngghh..”, Vanie mengerang-ngerang di saat lehernya dikecup dan dihisap-hisap oleh Parno.
Cengkeraman Parno di tubuh Vanie cukup kuat sehingga membuat Vanie sulit bernafas apalagi bergerak, dan hal inilah yang membuat Vanie pasrah di hadapan Parno yang tengah memperkosanya. Setelah puas, kini kedua tangan kekar Parno meraih kepala Vani dan menekan tubuh Vanie ke bawah sehingga posisinya berlutut di hadapan tubuh Parno yang berdiri tegak di hadapannya. Langsung saja oleh Parno kepala Vanie  dihadapkan pada penisnya.
“Ayo.. Jangan macam-macam non cantik.. Buka mulut kamu”, bentak Parno sambil menjambak rambut Vanie.
Takut pada bentakan Parno, Vanie tak bisa menolak permintaannya. Sambil terisak-isak dia sedikit demi sedikit membuka mulutnya dan segera saja Parno mendorong masuk penisnya ke dalam mulut Vanie.
“Hmmphh..”, Vanie mendesah lagi ketika benda menjijikkan itu masuk ke dalam mulutnya hingga pipi Vanie  menggelembung karena batang kemaluan Parno yang menyumpalnya.
“Akhh..” sebaliknya Parno mengerang nikmat. Kepalanya menengadah keatas merasakan hangat dan lembutnya rongga mulut Vanie di sekujur batang kemaluannya yang menyumpal di mulut Vanie.
Vanie menangis tak berdaya menahan gejolak nafsu Parno. Sementara kedua tangan Parno yang masih mencengkeram erat kepala Vanie mulai menggerakkan kepala Vanie maju mundur, mengocok penisnya dengan mulutVanie. Suara berdecak-decak dari liur VAnie terdengar jelas diselingi batuk-batuk.
Beberapa menit lamanya Parno melakukan hal itu kepada Vanie, dia nampak benar-benar menikmati. Tiba-tiba badan Parno mengejang, kedua tangannya menggerakkan kepala Vanie semakin cepat sambil menjambak-jambak rambut Vanie. Wajah Parno menyeringai, mulutnya menganga, matanya terpejam erat dan..
“Aakkhh..”, Parno melengking, croot.. croott.. crroott..
Seiring dengan muncratnya cairan putih kental dari kemaluan Parno yang mengisi mulut Vanie yang terkejut menerima muntahan cairan itu. Vanie berusaha melepaskan batang penis Parno dari dalam mulutnya namun sia-sia, tangan Parno mencengkeram kuat kepala Vanie. Sebagian besar sperma Parno berhasil masuk memenuhi rongga mulut Vanie dan mengalir masuk ke tenggorokannya serta sebagian lagi meleleh keluar dari sela-sela mulut Vanie.
“Ahh”, sambil mendesah lega, Parno mencabut batang kemaluannya dari mulut Vanie.
Nampak batang penisnya basah oleh cairan sperma yang bercampur dengan air liur Vanie. Demikian pula halnya dengan mulut Vanie yang nampak basah oleh cairan yang sama. Vanie meski masih dalam posisi terpaku berlutut, namun tubuhnya juga lemas dan shock setelah diperlakukan Parno seperti itu.
“Sudah Pak.. Sudahh..” Vanie menangis sesenggukan, terengah-engah mencoba untuk ‘bernego’ dengan Parno yang sambil mengatur nafas berdiri dengan gagahnya di hadapan Vanie.
Nafsu birahi yang masih memuncak dalam diri Parno membuat tenaganya menjadi kuat berlipat-lipat kali, apalagi dia telah menenggak jamu super kuat demi kelancaran hajatnya ini sebelumnya. Setelah berejakulasi tadi, tak lama kemudian nafsunya kembali bergejolak hingga batang kemaluannya kembali mengacung keras siap menerkam mangsa lagi.
Parno kemudian memegang tubuh Vanie yang masih menangis terisak-isak. Vanie sadar akan apa yang sebentar lagi terjadi kepadanya yaitu sesuatu yang lebih mengerikan. Badan Vanie bergetar ketika Parno menidurkan tubuh Vanie di lantai gudang yang kotor itu, Vanie yang mentalnya sudah jatuh seolah tersihir mengikuti arahan Parno.
Setelah Vanie terbaring, Parno menyingkapkan rok abu-abu seragam SMU Vanie hingga setinggi pinggang. Kemudian dengan gerakan perlahan, Parno memerosotkan celana dalam putih yang masih menutupi selangkangan Vanie. Kedua mata Parno pun melotot tajam ke arah kemaluan Vanie. Kemaluan yang merangsang, ditumbuhi rambut yang tidak begitu banyak tapi rapi menutupi bibir vaginanya, indah sekali.
Parno langsung saja mengarahkan batang penisnya ke bibir vagina Vanie. Vanie menjerit ketika Parno mulai menekan pinggulnya dengan keras, batang penisnya yang panjang dan besar masuk dengan paksa ke dalam liang vagina Vanie.
“Aakkhh..”, Vanie menjerit lagi, tubuhnya menggelepar mengejang dan wajahnya meringis menahan rasa pedih di selangkangannya.
Kedua tangan Vanie ditekannya di atas kepala, sementara ia dengan sekuat tenaga melesakkan batang kemaluannya di vagina Vanie dengan kasar dan bersemangat.
“Aaiihh..”, Vanie melengking keras di saat dinding keperawanannya berhasil ditembus oleh batang penis Parno. Darah pun mengucur dari sela-sela kemaluan Vanie.
“Ohhss.. Hhsshh.. Hhmmh.. Eehhghh..” Parno mendesis nikmat.
Setelah berhasil melesakkan batang kemaluannya itu, Parno langsung menggenjot tubuh Vanie dengan kasar.
“Oohh.. Oogghh.. Oohh..”, Vanie mengerang-ngerang kesakitan. Tubuhnya terguncang-guncang akibat gerakan Parno yang keras dan kasar. Sementara Parno yang tidak peduli terus menggenjot Vanie dengan bernafsu. Batang penisnya basah kuyup oleh cairan vagina Vanie yang mengalir deras bercampur darah keperawanannya.
Sekitar lima menit lamanya Parno menggagahi Vanie yang semakin kepayahan itu, sepertinya Parno sangat menikmati setiap hentakan demi hentakan dalam menyetubuhi Vanie, sampai akhirnya di menit ke-delapan, tubuh Parno kembali mengejang keras, urat-uratnya menonjol keluar dari tubuhnya yang hitam kekar itu dan Parno pun berejakulasi.
“Aahh..” Parno memekik panjang melampiaskan rasa puasnya yang tiada tara dengan menumpahkan seluruh spermanya di dalam rongga kemaluan Vanie yang tengah menggelepar kepayahan dan kehabisan tenaga karena tak sanggup lagi mengimbangi gerakan-gerakan Parno.
Dan akhirnya kedua tubuh itupun kemudian jatuh lunglai di lantai diiringi desahan nafas panjang yang terdengar dari mulut Parno. Parno puas sekali karena telah berhasil melaksanakan hajatnya yaitu memperkosa gadis cantik yang selama ini menghiasi pandangannya dan menggoda dirinya.
Setelah rehat beberapa menit tepatnya menjelang Isya, akhirnya Parno dengan becaknya kembali mengantarkan Vanie yang kondisinya sudah lemah pulang ke rumahnya. Karena masih lemas dan akibat rasa sakit di selangkangannya, Vanie tak mampu lagi berjalan normal hingga Parno terpaksa menuntun gadis itu masuk ke dalam rumahnya.
Suasana di lingkungan rumah yang sepi membuat Parno dengan leluasa menuntun tubuh lemah Vanie hingga sampai ke teras rumah dan kemudian mendudukkannya di kursi teras. Setelah berbisik ke telinga Vanie  bahwa dia berjanji akan datang kembali untuk menikmati tubuhnya yang molek itu, Parno pun kemudian meninggalkan Vanie dengan mengayuh becaknya menghilang di kegelapan malam, meninggalkan Vanie yang masih terduduk lemas di kursi teras rumahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar